Dinda, teman sahabat saya, sangat menyukai kopi
putih (white coffee ). Saya tertarik menulis kisah ini bukan karena kopi
putihnya, tapi apa yang dipikirkan Dinda ketika sedang menikmati secangkir kopi
putih. Menurutnya, saat ini ada yang sedang mengganjal hati dan pikirannya. Biasanya
Dinda berlama-lama merenungi masalahnya dengan ditemani secangkir kopi putih.
Seandainya masalahnya dapat dia selesaikan sendiri, mungkin dia tidak perlu
menghabiskan bercangkir-cangkir kopi putih dalam memikirkan jalan keluar
masalahnya, begitu keluh kesah Dinda.
Dinda
adalah seorang wanita mandiri, berpendidikan, berkecukupan materi, dan memiliki
pekerjaan yang dapat menjanjikan masa depan. Sahabat saya bilang, Dinda adalah
contoh wanita cosmopolitan. Tapi ucapan sahabat saya itu malah membuat saya
terheran-heran. Kalau memang Dinda memiliki kelebihan sebanyak itu, mengapa dia
tidak dapat segera menyelesaikan masalahnya ?
“Tidak
semudah itu”, kata sahabat saya. Dinda resah karena belakangan ini desakan
orang tuanya agar Dinda segera menikah semakin gencar. Terlebih setelah Ilham,
adik laki-laki Dinda, merencanakan akan menikah pertengahan tahun ini.
Saya
pernah dua kali bertemu Dinda. Dengan penampilan fisiknya yang begitu menarik,
rasanya bukan masalah bagi Dinda untuk mendapatkan pasangan. Tapi mungkin
masalahnya tidak sesederhana itu.
Pernikahan adalah penyatuan dua individu
dengan pribadi-pribadi yang berbeda. Pernikahan bukan hanya sekedar mengucapkan
ijab kabul atau janji perkawinan. Pernikahan berarti siap menyerahkan diri dengan
segala konsekuensinya dalam satu ikatan suci yang diakui Tuhan dan negara. Dan
di atas itu semua perjodohan adalah kuasa Tuhan. Kita hanya dapat berusaha.
Kalau memang belum tiba waktunya, apalah daya kita. Mungkin kita harus lebih
menguatkan diri dan membulatkan keinginan.