Pada bulan Ramadhan kemarin saya dan beberapa
teman sekantor mengadakan acara buka puasa bersama di sebuah rumah makan baru
yang khusus menyediakan olahan makanan berbahan baku daging bebek, unggas
favorit saya. Sambil menikmati daging bebek yang enak itu obrolan kami menjalar
kemana-mana. Seorang teman saya menunjukkan update status sebuah profil
facebook. Di situ tertulis informasi suatu peristiwa yang dilakukan teman saya itu.
“Terus kenapa ?” tanya
saya
“Sebenarnya cewek di
kantor kita yang nggak punya facebook atau twitter bukan cuma kamu, aku juga.”
“Terus ini facebook siapa
? Kok dia tahu apa yang kamu lakukan ?”
Teman saya mengangkat
bahu. “Itu yang sampai sekarang aku tidak mengerti.”
Awalnya teman saya tidak
ambil peduli dengan keberadaan facebook tersebut. Dia mengetahui adanya profil
facebook itu dari seorang teman. Setelah dia cermati isi profil itu, tidak ada
alasan yang dapat membuatnya marah. Jadi dia santai-santai saja. Dia tidak
pernah mengakses profil facebook itu, sampai suatu ketika dia menyaksikan suatu
tayangan di sebuah televisi swasta.
Tayangan tersebut
menceritakan kisah nyata seorang remaja putri di Jerman yang mengalami depresi
karena ulah seseorang yang membuat profil facebook atas nama dirinya dan mengisi
profil itu dengan informasi-informasi yang memalukannya. Si pembuat profil
tidak berhasil ditemukan. Jejaring sosial tempat akun tersebut dibuat pun hanya
bisa meminta maaf dan memblokir profil tersebut. Tapi si remaja putri sudah
terlanjur malu dan stres berat. Polisi memasukkan kasus ini sebagai kejahatan
di dunia maya. Karena ternyata kasus seperti ini tidak hanya banyak terjadi di
Jerman, tapi juga di negara-negara lain.
Dan teman saya tidak
ingin bernasib sama seperti remaja putri di Jerman itu. Kekhawatiran yang
sangat wajar dan sangat beralasan menurut saya. Sayang, tidak ada yang dapat
saya lakukan kecuali membesarkan hatinya. Saya katakan, anggap saja si pembuat
profil facebook itu adalah seorang pengagum berat yang begitu perhatian pada
dirinya sampai tahu segala sesuatu yang dilakukan teman saya itu. Dan siaplah
menghadapi kemungkinan paling buruk bila itu sampai terjadi. Toh tidak hanya
dia seorang yang mengalami masalah ini. Di luar sana ratusan orang atau bahkan
mungkin ribuan orang bernasib sama.
Kalau memang ini sisi
negatif dunia maya, rasanya hanya kearifan jiwa yang dapat menghentikannya.
Arif pada diri sendiri. Arif pada sesama manusia. Dan arif pada Tuhan Yang Maha
Bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar