Beberapa hari yang lalu secara tidak
sengaja saya bertemu teman lama. Saya hampir tidak mengenalinya lagi. Memang
terakhir kami bertemu hampir limabelas tahun yang lalu. Tapi perubahan pada
dirinya sangat luar biasa. Kalau dia tidak menyapa saya lebih dahulu, mungkin
saya tidak akan tahu kalau dia teman lama saya. Satu hal yang tidak berubah
pada diri Ajeng, teman saya itu, gaya tertawanya yang malu-malu dan agak kemayu
(genit).
Ajeng
sekarang adalah isteri seorang pengusaha sukses. Punya dua anak yang sedang
beranjak remaja. Ajeng bercerita tentang keluarga bahagianya. Sebagai teman,
tentu saya ikut senang melihat kebahagiaan Ajeng. Sayang, ada hal yang membuat
saya tetap harus mengurut dada. Ajeng ternyata masih melakukan ‘keisengan’ yang dulu sering dilakukannya
dan selalu saya protes. Dan Ajeng dengan santainya akan membiarkan protes saya
masuk telinga kirinya dan keluar telinga kanan. Saya hampir tak percaya, bahkan
setelah menjadi isteri dan seorang ibu pun, Ajeng masih melakukannya !
Ajeng
hanya tertawa dengan cara khasnya. Saya tidak protes lagi. Saya hanya terdiam
memandangi wajah Ajeng yang semakin cantik. Saya mencoba memahami apa yang
terjadi. Kalau dulu alasan Ajeng melakukannya karena ia butuh perhatian, maka
sekarang apa alasannya ? Dia punya suami yang (mungkin) memperhatikannya dan
yang pasti ia memiliki anak-anak yang membutuhkan perhatiannya.
Ajeng
beranjak pergi setelah menerima telepon dari seseorang. Bicaranya singkat saja
tapi mampu membuat mata Ajeng berbinar-binar senang.
“Suami kamu ?” tanya
saya.
“ Biasa,” jawab Ajeng
dengan mengedipkan matanya.”Setiap orang punya pilihan hidup sendiri,” bisiknya
sebelum pergi. Tak lupa dia memberikan nomor telepon. Katanya biar bisa
curhat-curhatan seperti dulu.
Sampai detik ini saya
masih tidak mengerti. Apa yang sedang dicari Ajeng ? Mungkin jawabannya ada
dalam pernyataan Ajeng sendiri, bahwa setiap orang punya pilihan hidup sendiri.
Rasanya Ajeng sedang menyatakan hak pribadinya. Tapi bukankah hak harus sejalan
dengan kewajiban ? Bukankah hak tidak berarti menabrak norma-norma dalam
masyarakat apalagi aturan dalam agama ?